LUKISAN BUNGA TULIP

LUKISAN BUNGA TULIP
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMJmU7TNhSJFlEAN5JceLR9uxF8ue2_yYMzji9XKJe8qb8ufy9dicEyLRTbV4Dxkiu8aRN9VQRvcNjOgAnekxIm_i94hdBhNwPiusSy-ljCGEsmvWmKeO5goGYoILRzoKBCkY8wgVZ8_8/s72-c/yuyu.jpeg


LUKISAN BUNGA TULIP

Oleh: Risyalah D

Alunan sholawat nabi membahana dalam musholla berdinding putih salju. Ratusan santri wati bermukena putih khusyuk mendendangkan syi’ir diba’iyah. Tampak salah satu dari mereka menitikkan air mata tanda bahagia bertemu Rasululloh. Hari yang sangat mereka nantikan kedatangannya. Maulid Nabi Muhammad SAW. Sunggu…hal yang sangt luar biasa jika merayakan hari lahirnya nabi dan menantikan rawohnya beliau di tengah-tengah lautan serba putih penjara suci Pondok Pesantren Putri Al Lathifiyyah 1. salah satu pondok pesantren terkenal di Kota Jombang.
Setelah acara itu selesai, semua santri saling berjabat tangan dan kemudian berhambur menuju kamar mereka masing-masing. Tak ketinggalan juga dengan Husnah. Gadis cantik yang juga berkepribadian lembut ini segera melipat mukenanya dengan rapi dan menggantungnya di atas besi panjang yang terpasang melintang di salah satu pojok kamar.
Husnah sangat mahir jika melakukan pekerjaannya. Jemari lentiknya telaten membuat pekerjaan apa saja yang ia lakukan berbuah sempurna. Kelebihan itu yang membuatnya digandrungi teman santri yang lain. Sifatnya yang dewasa, menjadikannya sebagai salah satu pengurus inti di pondok itu. Pengasuh dan pembimbingnya pun merasa bangga memiliki santri seperti Husnah. Sudah cantik, lemah lembut, pintar, baik hati pula. Siapa yang tak tertarik? Pastilah siapapun yang memandangnya akan berdecak kagum. Tak hanya dari kalangan santri putri, santri putra pun telah banyak tau tentang Husnah. Padahal ia sama sekali tak pernah bicara apalagi memamerkan diri. Bukan karena peraturan yang membuatnya seperti itu. Tapi juga karena statusnya sebagai santri yang telah melekat pada dirinya. Husnah berkomitmen tak akan melakukan hal yang dilarang agama. Berdekatan dengan lawan jenis sangatlah rawan dengan perbuatan zina. Sampai adanya ikatan tertentu yang menstempel “halal”. Tak ayal jika ketenaran Husnah tercium oleh gusnya sendiri yang gosipnya menaruh simpati pada Husnah. Maklumlah…masih sepantaran sih…yakni kelas tiga MAN. Tapi berita itu tak berlangsung lama karena sikap Husnah yang selalu cuek jika ada kabar miring tentang dirinya. Itulah Husnah……

***

Suasana di aula sekolah Husnah tampak ramai. Terlihat dari siswa siswi yang saling berbincang mengenai Laporan Pertanggungjawaban OSIS. Ya, mereka adalah anak-anak OSIS yang sedang rapat untuk LPJ. Ada yang berkhutbah ria mengenai program mereka, ada yang hanya mendengarkan sembari memberi tanggapan.
“Tenang semua…..!!! Waktu telah habis. Mohon koordinator bidang untuk berkumpul di depan. Satu persatu membacakan LPJ nya. Terimakasih…”
Dengan tegas suara Ari membahana memadati aula.
Kemudian satu persatu koordinator bidang bangkit dari tempat duduknya dan melaporkan hasil kerjanya dalam satu tahun menjabat. Husnah yang juga koordinator bidang segera bersiap.
“Untuk selanjutnya laporan dari koordinator bidang keagamaan. Kepada saudari Husnah Az Zaura dimohon menyampaikan laporan.”
Ruangan yang asalnya riuh tiba-tiba hening seketika. Entah apa yang membuat mereka terperangah. Apa karena nama Husnah yang terlalu bagus atau karena kecantikan Husnah yang begitu natural hingga bisa menjaring mata yang memandangnya? Sepertinya memang benar, semua yang ada pada diri Husnah memiliki daya magnet tersendiri. Tak usah kaget jika banyak sekali kaum adam yang menyukainya. Siapapun bisa kelepek-kelepek karena kesempurnaan fisik dan hatinya. Bagi Husnah kecantikan bukanlah segalanya. Mempunyai wajah cantik tapi blo’on percuma saja. Wajah cantik, otak pinter, tapi hati busuk malah parah. Yang bener itu, wajah cantik, otak canggih, hatinya baik, itu baru sempurna.
Setelah laporan dari Husnah selesai tepuk tangan saling bersahut-sahutan mengiringi langkah tegap Husnah. Pasalnya, tak ada satupun program kerja Husnah yang tak terealisasi. Semuanya kelar. Tanggung jawab adalah sesuatu yang berharga adanya. Jika tak dilakoni dengan baik, Husnah merasa dirinya termasuk orang yang merugi.
Lagi-lagi…itulah Husnah….

***


“Selamat ya Husnah….progran kerjamu kelar semua.”
kata Rasydan ketika berpapasan dengan Husnah di depan lab komputer. Sebenarnya ia malu untuk menegur Husnah. Tapi bukankah tak apa jika ia hanya mengucapkan selamat.
“Oh…ya terimakasih…” ucap Husna sopan. Matanya tetap mengarah pada lantai yang bisu. Andai saja lantai itu bisa bergerak mungkin ia akan memutar bola mata Husna untuk menatap Rasydan. Dari semua santri putra yang mengejarnya, hanya Rasydan lah yang mampu membuat kalbu Husna bergetar. Meskipun begitu, ia bisa menjaga perasaannya rapat-rapat. Disimpannya dalam peti dan ditenggelamkan ke lubuk hatinya paling dalam.
“Kalau begitu setelah ini kamu harus mengadakan syukuran besar-besaran. Kudengar dari Ustadz Ilyas rangking satu paralel tahun ini, kamu yang menjuarai.” Rasydan tersenyum simpul sembari menatap ke arah Husna kemudian berlalu pergi.
“Alhamdulillah….” bisik Husna pelan.
***

Semilir bayu menerpa kerudung putih Husna. Di serambi musholla ia tengah duduk sembari membawa kitab kuning yang sampulnya terukir rangkaian huruf hija’iyah berbunyi Fathul Qorib. Kitab kuning yang berisi permasalahan fiqih. Kegemaran sekaligus kebiasaan muthola’ah ini selalu ia lakoni pada jam taqror. Tak sedikitpun ia lewatkan kata perkata dari kalimatnya. Kemampuan yang ia miliki dalam membaca kitab gundul bisa dikatakan sangat mahir. Banyak perlombaan yang ia ikuti. Mulai dari tingkat lokal, kabupaten, dan propinsi. Hasilnya pun sangat memuaskan yakni tak pernah keluar dari juara tiga besar.
Lama ia mengamati kitab gundul itu. Tiba-tiba bayangan Rasydan terukir jelas di sana. Rasydan tersenyum lebar sembari mengedipkan sebelah matanya, genit. Husnah terpaku melihat bayangan Rasydan terselip di antara kalimat-kalimat arabnya. Berkali-kali ia menggelengkan kepala mengusir jauh bayangan itu. Hasilnya percuma. Husna tetap bisa melihat nya. Husna memejamkan mata.
Ya Allah…
Jauhkanlah godaan syetan yang terkutuk ini
Bersihkanlah pikiran dan hatiku dari noda maksiat
Bentengilah imanku dengan baja cintamu
Bismillah….
Perlahan Husna membuka mata. Alhamdulillah…bayangan Rasydan telah lenyap dan tulisan arab tanpa harokat itu masih bertengger di sana. Husnah menarik nafas perlahan. Kenapa tiba-tiba bayangan Rasydan muncul? Aku tidak sedang memikirkannya. Aku juga tak mengaharap wajahnya muncul dipikiranku. Aaaahh…dasar….ada saja cara syetan untuk menyesatkan. Batin Husnah.
Rasydan bukanlah anggota OSIS. Namun keaktifannya dalam berorgaisasi tak dapat diremehkan. Di luar kegiatan sekolah, ia banyak mengikuti organisasi. Tapi, entah kenapa ia malas sekali masuk dalam anggota osis. Mungkin karena akan mengganggu kegiatan belajar atau mungkin masalah lain. Selain itu Rasydan juga dianugerahi dengan suara emas. Ia dikontrak sebagai vokalis tetap grup banjari Al-jadid, di sekolahnya. Ia juga pernah menggondol juara pertama lomba MSQ tingkat propinsi. Karena kelebihannya itulah banyak kaum hawa mengejar-ngejarnya. Rasydan is a perfect boy.

***

Malam semakin larut. Husnah memutuskan untuk beranjak ke kamarnya. Kata Rhoma Irama kalau sering kena angin malam segala penyakit akan mudah dating. Pernyataan itu diyakini benar 100% oleh Husnah. Alhasil, ia harus cepat-cepat menghindar dari angin malam.
Dalam kamar, tampak beberapa teman Husnah sudah menjajaki alam mimpi. Tiba-tiba dari luar kamar seseorang memanggil namanya.
“Mbak Husnah…mbak Husnah…!!!”
“Ya….ada apa?” Husnah membuka pintu sembari tersenyum ramah.
“Ini mbak...ada titipan, katanya jangan sampai ada yang tau.” Dengan setengah berbisik, gadis yang tak lain adik kelas Husnah itu sesekali melirik ke kanan dan kiri memastikan kalau tak ada seorang pun yang melihat. Husnah memperhatikan benda itu dengan penuh tanda tanya. Keningnya berkerut heran.
“Dari siapa?”
“Nggak tau mbak....” sembari teropoh-gopoh, gadis itu pergi meninggalkan Husnah yang diselimuti rasa penasaran. Husnah melihat benda yang dipegangnya saat ini. Sejenak ia berpikir, “surat?!” batinnya kaget. Secepat kilat ia segera memasukkan benda itu ke dalam kantong bajunya. “Untung tak ada yang melihat” pikirnya lega.
Husnah menuju ke atas aula. Tempat yang cocok untuk menuntaskan rasa penasarannya. Sepi dan pastinya jarang sekali ada orang ke tempat itu. Tentunya aula itu hanya digunakan jika ada acara atau kegiatan saja. Selebihnya....aman.
Dibukanya perlahan. Beberapa baris tulisan rapi terpajang di kertas itu. Sangat rapi. Mungkin si penulis menulisnya dengan penuh perasaan. Kertasnya berwarna hijau dan baunya pun wangi.
Teruntuk: Husnah Az Zaura

kulukis engkau.....
kulukis engkau dengan kanvas sholawat
tatkala aku bersimpuh ke arah barat
mengakui ini adalah hakikat
yang teramat sangat
kupaketi engkau dengan surat yasin
tatkala melihat engkau dalam batin
hingga keringat terasa asin
mengucur dengan rajin
kuikat engkau dengan mahabbah
tatkala rinduku terus membuncah
seakan imanku akan goyah
menguap bak air bah
kuingat engkau dengan dzikir
tatkala kesucian cintaku sebening air
telah diatur oleh sang penyair
mengalir dan terus mengalir
tapi entah kapan
pelukis ini mempunyai model
yang bisa dimiliki
selamanya.......
Rasydan
Seperti tersengat arus listrik bertegangan tinggi. Husnah membelalakkan mata tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Rasydan? Bagaimana mungkin?” bisa gawat kalau ada orang yang ngelihat ini..!!! dasar anak nekat...huh!!!”.

***

Pagi ini Husnah terpaksa berangkat sendiri. Icha teman sekelasnya sedang sakit. Alhasil ia harus masyan ‘alal aqdaam bin nafsi alias berjalan seorang diri. Ketika sampai di depan gerbang seseorang telah menunggunya di sana. Siapa lagi kalau bukan Rasydan. Husnah yang melihatnya segera mempercepat langkah tanpa menoleh sedikitpun.
“Husnah....tunggu dulu...!!!” tegur Rasydan setengah mengejar. Husnah tak menghiraukan dan terus ambil langkah seribu. Buat apa ia berhenti toh itu akan menambah masalah. Bagaimana ketika mereka sedang bicara tiba-tiba ada guru yang memergokinya? Bisa kena takzir...
“Baiklah Husnah...aku tak akan mengganggumu lagi. Semoga kita bersama pada saat Allah telah meridlainya...!!!” teriak Rasydan hingga beberapa anak yang juga berada di situ menoleh heran. Husnah tak peduli dengan ulah Rasydan. Telinganya seolah tersumpal berton-ton kapuk. Tapi hati kecilnya meng-amini perkataan Rasydan.

***

Bel istirahat berbunyi. Husnah memutuskan untuk tetap di kelas. Kejadian tadi pagi membuatnya malas melangkahkan kaki. Kepalanya dibenamkan di atas meja. Pikirannya kacau. Apalagi setelah ia mendapat bingkisan dari Rasydan. Bingkisan itu didapatkannya ketika masuk ke dalam kelas. Di atas meja telah terpampang jelas lukisan vignet. Segerombol bungga tulip yang di atasnya dihinggapi kupu-kupu cantik terukir di kertas putih itu. Di bagian pojok lukisan tertera nama Rasydan dan pada bagian belakang lukisan dua baris kalimat terukir:

Mencintaimu adalah anugerah untukku.....
Aku akan menunggu hingga anugerah itu datang menghampiriku, Husnah.

Lelehan air mata berjatuhan dari kedua ainun Husnah. Dalam hati ia membatin “Mungkin saat ini kita hanya akan mejadi teman biasa Rasydan. Tapi jika suatau saat Allah menakdirkan lain, aku dengan senang hati menerimanya.






















IDENTITAS PENULIS
Nama: Risyalah Diwandini
TTL: Jombang, 22 Juni 1994
Alamat sekolah : MAN Tambakberas. Jl. Merpati Tambakberas, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur.
No. Telp. : (0321) 862352 – 866740
No. Fax. : (0321) 855537
Website : www.mantambakberas.com
Alamat asrama : Pondok Pesantren Putri Al lathifiyyah 1, Jl KH. Wahab Hasbulloh Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
No Telp : (0321) 874180
No rekening : 0183164161 atas nama Raharjo BCA Sidoarjo














Related product you might see:

Share this product :

Posting Komentar

News Artikel

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. :: Resya's World :: - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger